Akseswarganet – Pada hari Rabu, harga minyak mengalami penurunan lebih dari 2%, didorong oleh peningkatan substansial dalam persediaan minyak mentah dan bensin AS, yang menunjukkan kurangnya permintaan.
Selain itu, kekhawatiran mengenai potensi kebangkitan kembali ketegangan perdagangan antara
Tiongkok dan Amerika Serikat telah meningkatkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Penurunan harga minyak semakin diperburuk oleh sebuah laporan yang menunjukkan peningkatan
signifikan dalam persediaan minyak mentah dan bensin AS, yang mencerminkan berkurangnya permintaan.
Kekhawatiran seputar konflik perdagangan baru antara AS dan Tiongkok juga telah berkontribusi terhadap kekhawatiran tentang perlambatan ekspansi ekonomi.
Persediaan Minyak Mentah AS
Badan Informasi Energi AS mengungkapkan pada hari Rabu bahwa ada peningkatan signifikan dalam
persediaan minyak mentah AS minggu lalu, karena kilang melakukan kegiatan pemeliharaan sebagai respons terhadap melemahnya permintaan bensin.
Menurut John Kilduff, mitra di Again Capital di New York, kilang saat ini tidak memiliki kebutuhan mendesak untuk minyak mentah. Ia mencatat bahwa mereka tergesa-gesa menyelesaikan pemeliharaan karena adanya penurunan permintaan bensin.
Selain itu, prospek ketegangan perdagangan baru antara AS dan Tiongkok, importir energi terbesar secara global, terus menekan harga minyak.
Pada hari Selasa, Tiongkok mengumumkan tarif impor minyak AS, gas alam cair, dan batu bara sebagai
tindakan balasan terhadap tarif AS atas barang-barang Tiongkok, yang mengakibatkan penurunan harga WTI sebesar 3%, yang menandai level terendah sejak 31 Desember.
Menurut Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, tarif Tiongkok atas impor AS akan mengurangi permintaan komoditas ini, yang mengharuskan pengalihannya ke pasar alternatif.
Perkembangan OPEC
Pada hari Rabu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyerukan kepada anggota OPEC untuk bersatu
melawan potensi sanksi AS, menyusul pengumuman Presiden Trump tentang kampanye tekanan maksimum baru terhadap Iran, serupa dengan yang diberlakukannya selama masa jabatan awalnya.
Selama sebagian besar masa jabatan pertamanya, Trump secara signifikan mengurangi ekspor minyak
Iran hingga hampir nol dengan memberlakukan kembali sanksi yang bertujuan untuk membatasi ambisi nuklir negara tersebut.
Jika sanksi diberlakukan kembali, kontraksi pasokan yang diakibatkannya dapat menyebabkan kenaikan
harga minyak, terutama mengingat penyesuaian pasokan yang lebih lambat dari yang diantisipasi dari produsen OPEC
Kekhawatiran Perang Dagang
Menurut estimasi EIA, ekspor minyak Iran diproyeksikan menghasilkan $53 miliar pada tahun 2023,
sedikit turun dari $54 miliar pada tahun sebelumnya. Data OPEC menunjukkan bahwa tingkat produksi pada tahun 2024 berada pada titik tertinggi sejak tahun 2018.
Saat ini, pasar minyak berada dalam posisi yang genting, bergulat dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa perang dagang yang semakin memanas dapat berdampak buruk pada pertumbuhan permintaan
minyak global, sementara pada saat yang sama menghadapi risiko gangguan mendadak pada ekspor minyak Iran, seperti yang disoroti oleh Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di SEB.