Akseswarga,net – Aktor “Pengepungan di Bukit Duri” ungkap keresahan lewat peran
Film “Pengepungan di Bukit Duri” bukan hanya menghadirkan ketegangan, namun juga menjadi medium refleksi bagi para pemeran utamanya untuk menyuarakan keresahan pribadi terhadap kondisi sosial di Indonesia.
Aktor Morgan Oey, Omara
N. Esteghlal, dan Hana Malasan membagikan perspektif mereka tentang realita yang tercermin dalam film dan bagaimana peran mereka menjadi perpanjangan dari kegelisahan yang selama ini dirasakan.
Morgan Oey, yang memerankan karakter Edwin mengungkap bahwa film ini sangat relevan dengan isu trauma turun-temurun (generational trauma) yang masih terasa hingga kini.
Ternyata efek dari kejadian masa lalu itu benar-benar generational.
Dan budaya kekerasan, itu juga masih sangat relate. Dari zaman saya sekolah sampai sekarang, masih terus ada. Kita bahkan bisa lihat sendiri lewat media sosial,” ujar Morgan usai pemutaran film “Pengepungan di Bukit Duri” di Jakarta, Kamis (10/4).
Baginya, peran Edwin mencerminkan keresahannya terhadap kekerasan yang terus menjangkiti remaja dan sulit diberantas karena akar persoalannya begitu kompleks.
Sementara itu, Omara N. Esteghlal yang berperan sebagai Jefri, menggarisbawahi persoalan budaya pasrah dalam masyarakat terhadap sistem yang sudah rusak.
Ia menyoroti kecenderungan masyarakat untuk menyalahkan keadaan, namun enggan bertanggung jawab sebagai bagian dari sistem itu sendiri.
Kita diajarkan menghormati sistem yang sebetulnya tak layak dihormati. Budaya feodal masih sangat kuat, dan tanpa sadar kita jadi budak dari sistem rusak itu. Mau berekspresi pun susah, padahal katanya kita punya suara sebagai rakyat,” ujar Omara.
Bagi Omara, perannya menggambarkan frustrasi generasi muda yang ingin melakukan perubahan namun terbentur dinding sistemik.
Sisi lain dituturkan oleh Hana Malasan, yang memerankan Guru Diana. Aktor “Pengepungan
Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga akademisi, Hana merasa peran ini begitu dekat dengan kehidupannya.
Ia mengungkapkan bahwa keresahannya terhadap dunia pendidikan sudah lama tertanam, terutama soal bagaimana guru kerap dijadikan kambing hitam dalam berbagai permasalahan pendidikan.
Baginya, melalui karakter
Diana ia bisa menyuarakan keresahan kolektif para pendidik yang selama ini terbungkam.
Pengepungan di Bukit Duri” bukan hanya film hiburan, tetapi sebuah ajakan untuk membongkar luka-luka sosial yang lama tertutup.
Melalui karakter yang mereka mainkan, mereka berharap penonton bisa ikut merefleksikan kondisi nyata bangsa dan bersama-sama membangun kesadaran akan pentingnya perubahan.
“Guru itu seringkali diposisikan salah saat sistem pendidikan gagal, padahal mereka juga korban. Mereka ingin menolong, ingin memperbaiki, tapi dibatasi sistem. Dan film ini bisa menjadi ruang diskusi soal itu,” ujar Hana.