Perlindungan Anak di Lingkungan Digital

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyusun Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan Anak di Lingkungan Digital.

Inisiatif ini dilatarbelakangi oleh semakin tingginya kekhawatiran masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi anak-anak di dunia maya.

Perumusan RPP ini sangat penting, mengingat pesatnya perkembangan teknologi digital yang berdampak signifikan terhadap kehidupan anak-anak.

Anak-anak sangat rentan terhadap paparan konten yang merugikan, kejahatan dunia maya, dan berbagai ancaman lain yang ada di platform digital. Namun, teknologi juga menawarkan keuntungan besar dalam hal pendidikan dan pengembangan pribadi.

Selain itu, ada diskusi yang terus berlangsung tentang perlunya peraturan ini untuk memastikan bahwa peraturan tersebut tidak menghambat hak anak untuk mengakses informasi dan meningkatkan literasi digital mereka.

Beberapa pakar dan organisasi terkait menekankan bahwa peraturan yang memengaruhi akses daring anak-anak dan remaja harus seimbang dan harus memasukkan perspektif anak-anak dalam perkembangan mereka.

Kawiyan, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menggarisbawahi pentingnya memastikan regulasi digital secara efektif melindungi anak-anak dalam aktivitas daring mereka.

Ia juga menyoroti pentingnya memberi anak-anak kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka.

Kekhawatiran Terkait Transparansi Pemerintah

Dalam konteks terkait, Unggul Sagena, Kepala Divisi Akses Internet SAFEnet, menegaskan bahwa regulasi harus eksplisit dan berlaku secara seragam bagi semua pemangku kepentingan, termasuk semua Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

Unggul lebih lanjut menyuarakan kekhawatiran tentang tingkat partisipasi anak dan orang tua dalam proses pengembangan regulasi.

“Memang, keterlibatan orang tua dan anak diperlukan, tetapi tidak boleh hanya simbolis, di mana mereka diundang untuk menghadiri presentasi dan kemudian dianggap telah memberikan kontribusi, setelah itu regulasi berjalan tanpa masukan dari mereka,” tegasnya.

Ia menyarankan agar organisasi seperti Indonesia Child Online Protection (ID-COP) dapat berperan dalam survei terhadap anak-anak dan orang tua, dengan temuan yang berfungsi sebagai umpan balik yang berharga bagi para pembuat kebijakan.

“Namun, pertanyaan yang mendesak tetap ada: apa saja isi rancangan peraturan saat ini? Apakah orang tua dan anak-anak mengetahuinya? Apakah para pembela hak anak memiliki

akses terhadap informasi ini? Di mana rancangan peraturan tersebut tersedia bagi publik untuk membuat Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan memberikan wawasan mereka?” tanya

Unggul, mengungkapkan kekhawatirannya atas transparansi pemerintah dalam proses penyusunan peraturan.

Perdebatan tentang Batasan Usia Terus Berlanjut

Masalah penting dalam rancangan peraturan tersebut berkaitan dengan persyaratan usia minimum bagi anak-anak untuk mengakses platform digital, termasuk media sosial.

Kawiyan mencatat bahwa masih ada diskusi yang sedang berlangsung mengenai batas usia minimum yang tepat bagi anak-anak. Berbagai negara telah menetapkan ambang batas yang berbeda-beda.

Di Amerika Serikat, usia minimum ditetapkan pada 13 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Privasi Daring Anak. Demikian pula, Inggris juga memberlakukan batas usia

minimal 13 tahun, sebagaimana ditetapkan oleh Age-Appropriate Design Code (Children’s Code).

Perlunya Bimbingan Orang Tua dan Pendidikan

Dr. Firman Kurniawan, spesialis komunikasi digital dari Universitas Indonesia, menyoroti bahwa keterlibatan orang tua dan pendidik sangat penting dalam membekali anak-anak dengan pemahaman yang tepat tentang penggunaan teknologi yang aman dan bermanfaat.

“Harus ada pendekatan terstruktur terhadap peran sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk membantu anak-anak terlibat dengan dunia digital dengan cara yang bermakna dan produktif,” ungkapnya.

Dr. Kurniawan menunjukkan bahwa banyak orang tua dan pendidik masih kurang memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk secara efektif mengawasi penggunaan media digital anak-

anak dengan cara yang aman. Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa batasan usia tidak selalu menunjukkan kesiapan anak untuk menjelajahi platform digital.

Daripada memaksakan pembatasan mutlak yang dapat menghambat perkembangan keterampilan digital anak-anak, Dr. Kurniawan menganjurkan untuk mengajarkan dan

membimbing anak-anak tentang penggunaan teknologi secara bijaksana sesuai dengan tahap perkembangan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *