Akseswarganet – Bitcoin Masih Menunjukkan Sinyal Positif
Pasar kripto kembali mengalami fluktuasi pada awal 2025 dengan tingkat volatilitas yang tinggi dan likuidasi besar-besaran mencapai lebih dari Rp 34 triliun dalam sehari pada 3 Februari.
Bitcoin, yang sebelumnya mencapai rekor tertinggi, sempat jatuh ke level USD 93.629 atau sekitar Rp 1,54 miliar, mengejutkan banyak investor.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah ini menandakan akhir dari tren bullish Bitcoin.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan bahwa beberapa faktor makroekonomi berperan dalam dinamika pasar,
termasuk kebijakan tarif Donald Trump dan peluncuran model AI DeepSeek dari Tiongkok.
Kondisi ini memberikan tekanan pada kapitalisasi pasar kripto, meskipun pola teknikal “cup and handle”
muncul sebagai sinyal positif yang dapat menunjukkan potensi kenaikan harga dalam waktu dekat.
“Pola ini sering kali menjadi indikasi konsolidasi sebelum terjadi reli lebih lanjut. Ia menekankan bahwa meskipun banyak yang khawatir bull run telah berakhir,
pola ini justru menunjukkan adanya potensi kelanjutan tren naik yang lebih kuat,” kata Fyqieh dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (7/2/2025).
Optimisme Terhadap Bitcoin Masih Tinggi
Optimisme terhadap Bitcoin tetap kuat, dengan target harga USD 200 ribu tahun ini.
Faktor teknikal seperti osilator M2 dan ekstensi Fibonacci mendukung skenario bullish,
bahkan memproyeksikan kemungkinan harga mencapai USD 225 ribu pada pertengahan 2025.
Namun, regulasi di AS terhadap Bitcoin masih menjadi faktor yang dapat memengaruhi pergerakan harga.
Spekulasi mengenai Bitcoin sebagai aset cadangan AS sempat mendorong kenaikan harga, tetapi pernyataan terbaru dari David Sacks meredam optimisme ini.
Arus Masuk ETF Bitcoin Mengalami Penurunan
Arus masuk ke ETF BTC-spot di AS menunjukkan penurunan, mencerminkan sikap hati-hati para investor terhadap kondisi pasar.
“Walaupun ada tekanan, sejumlah indikator teknis masih menunjukkan potensi berlanjutnya bull run.
Investor disarankan untuk tetap waspada terhadap fluktuasi pasar dan mengambil langkah strategis dalam mengelola risiko,” ungkap Fyqieh.
Dampak Perang Dagang AS-Tiongkok
Sebelumnya, harga Bitcoin kembali turun di bawah USD 100.000 akibat kekhawatiran mengenai perang dagang global
setelah Tiongkok mengumumkan tarif baru hingga 15 persen untuk beberapa impor dari AS, yang akan mulai berlaku pada 10 Februari.
Menurut laporan dari Yahoo Finance, Kamis (6/2/2025), langkah ini merupakan respons terhadap perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden AS pada 1 Februari yang mengenakan tarif pada barang-barang dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko.
Analis memperingatkan bahwa meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok dapat menyebabkan penurunan harga Bitcoin di bawah USD 90.000.
Kenaikan Tarif Menyebabkan Volatilitas
Ryan Lee, kepala analis di Bitget Research, menyatakan bahwa kenaikan tarif dapat menyebabkan volatilitas yang lebih besar untuk Bitcoin dan aset berisiko lainnya.
Meskipun ia melihat Bitcoin sebagai pelindung terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang, ia juga mengakui adanya risiko penjualan yang dapat menekan harga Bitcoin lebih rendah.
James Wo, pendiri dan CEO DFG, sependapat bahwa ekonomi besar yang terlibat dalam perang dagang sering kali mengalami penurunan pasar yang signifikan.
Ia menekankan bahwa perang dagang yang berkepanjangan dapat menyebabkan devaluasi dolar AS dan inflasi,
yang pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan global untuk aset alternatif seperti Bitcoin.
Data dari CoinGlass menunjukkan bahwa penurunan Bitcoin di bawah USD 97.000 dapat memicu likuidasi posisi long terleveraged senilai lebih dari USD 1,3 miliar di berbagai bursa.